Segmen Pasar ABG

POPULASI Anak Baru Gede (ABG) yang besar dengan buying power yang semakin bertambah kuat menjadikan segmen pasar ABG incaran para pemasar produk, sebab segmen pasar ABG juga dapat menjadi penggerak (trendsetter) bagi lifestyle. Kelabilan sifat dan suka ketidakmapanan menjadikan segmen pasar ABG sangat mudah dipengaruhi informasi dari promosi yang mendorong terjadinya brand switching karena keingintahuan mereka dalam mencoba produk yang menarik hatinya, ingin tampil atau mengkonsumsi produk lebih dahulu (lebih cepat) dibanding yang lain, atau ingin diperhatikan dan dikagumi oleh lingkungannya sehingga eksistensinya diakui.

Produk-produk yang dapat dipasarkan kepada segmen pasar ABG cukup beragam. Di antaranya fashion (baju, tas, parfum, sepatu, asesories); musik (CD, DVD, Film, pertunjukan); elektronik (handpone, notebook, radio, TV); kendaraan (sepeda motor, mobil); alat kecantikan dan kosmetik; makanan dan minuman serta jasa (operator seluler, pemeliharaan kecantikan dan kesehatan, potong rambut, pendidikan, café, mall, dan bioskop). Ragam produk di atas dapat menjadi tantangan bagi pebisnis untuk selalu mengikuti kedinamisan citarasa segmen pasar ABG ini, karena besarnya jumlah segmen serta buying power yang dimiliki segmen ini sudah barang tentu menjadi incaran pebisnis baru untuk ikut masuk dan meraih keuntungan di segmen ini. Bahkan jika segmen ini tetap dapat ‘dikuasai’ oleh pebisnis maka segmen pasar ABG ke depan juga sangat menjanjikan, karena segmen pasar ABG akan menjadi segmen dewasa yang membutuhkan produk berbeda yang dapat menjadi peluang baru untuk dapat dipenuhi kebutuhannya.

Segmen pasar ABG sangat tertarik dengan kemajuan teknologi, sehingga informasi (termasuk informasi produk) dan teknologi terbaru menjadi santapan harian mereka. Oleh karenanya pemasar dalam mengedukasi, dan mempromosikan produk dapat memanfaatkan jejaring sosial yang sangat dekat dengan mereka seperti Facebook, MySpace, atau Blog. Melalui media ini akan mempermudah pemasar memasuki lingkungan kehidupan segmen pasar ABG mengingat mereka sangat erat hidup dalam komunitasnya. Tetapi pemasar produk yang ingin produknya diterima oleh segmen pasar ini harus tetap memperhatikan kualitas produk yang dipasarkannya, karena segmen pasar ABG yang haus informasi ini memiliki referensi kuat tentang kualitas produk.

Disamping buying power yang dimilikinya, segmen pasar ABG juga sudah memiliki kemandirian dalam memutuskan dan melakukan pembelian produk. Mereka tidak lagi tergantung kepada orang tua karena diusia sekitar 13-19 tahun, mereka sudah ‘dipercaya’ orang tuanya untuk mengelola uang saku mereka sendiri dan membelanjakannya untuk memenuhi kebutuhan yang diinginkannya. Oleh karenanya promotional mix yang dilakukan oleh pemasar harus dengan komunikasi yang langsung ditujukan ke segmen pasar ini dengan mendesainnya sesuai dengan gaya bahasa, cara menerima dan berfikir mereka yang sedang membutuhkan identitas baru ini. Promotional mix yang dijalankan pemasar harus dikemas dengan bahasa ‘gaul’ sehingga tidak terasa ‘aneh’ ditelinga dan komunitas mereka. Dalam memasarkan produk, pemasar dapat juga menggunakan selebriti idola segmen pasar ABG karena hal itu akan membantu pemasar memasuki dan diterima oleh komunitas ABG ini.

Industri Kreatif

KEBUTUHAN adanya lapangan kerja yang terus bertambah seiring dengan bertambahnya angkatan kerja mengharuskan pemerintah dan pebisnis untuk kreatif dalam menciptakan lapangan kerja baru. Angkatan kerja Indonesia bulan Februari 2009 berjumlah 113,74 juta orang dengan jumlah penduduk yang bekerja pada waktu yang sama sebesar 104,49 juta orang. Industri merupakan salah satu jenis kegiatan produksi yang dapat didayagunakan untuk terciptanya lapangan kerja baru yang diharapkan dapat menyerap tenaga kerja dan memberikan kontribusi yang signifikan pada pendapatan daerah dan negara. Sub industri yang berpeluang dapat dikembangkan dan dapat memberikan value added (nilai tambah) tinggi adalah industri kreatif.

Adapun kegiatan yang termasuk industri kreatif adalah: (1) Arsitektur, yaitu semua aktivitas yang berkaitan dengan tatakota, arsitektur serta konstruksi bangunan, dan lain-lain. (2) Desain Fashion, yaitu semua aktivitas yang berkaitan dengan kreasi dan penciptaan desain dan produksi pakaian, aksesori, dan lain-lain. (3) Desain, yaitu kegiatan yang mencakup bidang antara lain desain grafis, interior, produk, merek, dan logo (4) Film/Video dan Fotografi, yaitu semua kegiatan kreatif yang berkaitan dengan jasa fotografi dan produksi film. (5) Kerajinan yaitu sektor industri yang berkaitan dengan produksi dan distribusi produk-produk kerajinan. (6) Layanan Komputer dan Piranti Lunak, yaitu kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan teknologi informasi termasuk di dalamnya pengembangan software dan web design.

(7) Musik, yaitu semua aktivitas yang menyangkut proses penciptaan lagu, rekaman suara, komposisi musik termasuk pertunjukan musik, dan produksi album lagu. (8) Periklanan, yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan produksi material iklan, produksi iklan, baik di media cetak ataupun elektronik. (9) Pasar Seni dan Barang Antik yaitu sektor yang berkaitan dengan pemeliharaan maupun perdagangan produk-produk antik. (10) Permainan Interaktif, yaitu proses produksi maupun distribusi dari software untuk game online atau video yang bersifat interaktif. (11) Penerbitan dan Percetakan yaitu sektor yang meliputi kegiatan yang berkaitan dengan penulisan atau penerbitan buku, koran, majalah, tabloid, dan lain-lain. (12) Riset dan Pengembangan, yaitu aktivitas di sektor industri yang berkaitan dengan menemuan inovasi, metode, atau teknologi baru yang bisa menjadi solusi bagi peningkatan kualitas produk, dayaguna dan optimalisasi sumberdaya. (13) Seni Pertunjukan, yaitu kegiatan kreatif seperti pertunjukan tarian, drama, musik tradisional dan modern, teater, opera, dan lain-lain. Dan terakhir adalah Televisi dan Radio, yaitu kegiatan produksi dan penyiaran serta transmisi televisi dan radio.

Begitu luasnya cakupan industri kreatif tersebut, maka tiap daerah dapat menggali kemampuan dan potensi industri kreatif unggulan di daerahnya, dengan mendasari pada kekuatan lokal yang dimilikinya. Melalui kreativitas dalam penciptaan produk (barang, jasa, ide) yang tumbuh berdasarkan kekuatan lokal akan memberikan sifat unik dan value added tinggi pada produk, tidak mudah ditiru dan memiliki daya saing tinggi dibandingkan dengan hasil industri kreatif daerah atau negara lain, sehingga produk tersebut memiliki usia produk yang lebih panjang. Untuk mencapai kondisi seperti itu maka pemerintah daerah harus menyediakan kondisi yang kondusif bagi perkembangan industri kreatif di daerahnya.

Pemerintah daerah dapat memulai dengan menggali potensi industri kreatif yang ada di daerahnya, kemudian melakukan pemetaan industri kreatif unggulan daerah agar lebih mempermudah dalam pengembangannya. Dukungan regulasi tentang pengembangan industri kreatif harus dilakukan Pemda agar mereka dapat lebih serius dan fokus dalam pengembangannya. Karena masih banyak dijumpai di daerah bahwa pengembangan industri kreatif di daerah baru sampai pada tahap ‘keinginan’ saja belum diwujudkan dalam program kerja dan anggaran yang cukup memadai bagi pengembangan industri kreatif di daerah. Sedangkan bagi pihak produsen dan pelaku bisnis UKM harus terus berusaha keras kreatif dan inovatif dalam mewujudkan produk-produk berdaya saing kuat, dan memperluas pasar produknya baik di pasar domestik ataupun luar negeri. Kemajuan teknologi yang begitu pesat sangat membantu pengembangan industri ini serta memperluas dan mempercepat pemasaran produk-produk industri kreatif ini. Begitupula peran aktif perbankan dalam membantu modal kerja dengan tingkat bunga yang ‘rasional’ akan sangat membantu UKM di industri kreatif ini untuk tumbuh dan berkembang seiring perkembangan pasarnya.

Peningkatan kualitas SDM di industri ini melalui pendidikan formal, pelatihan dan workshop menjadi keharusan, agar daya saing produk ataupun manajemennya menjadi kuat secara berkelanjutan. Oleh karenanya peran perguruan tinggi yang terkait dengan pengembangan industri kreatif menjadi sangat penting, karena perguruan tinggi akan dapat menyediakan dan mengajarkan metode, teknis, dan manajemen bagi pengembangan industri ini. Begitupula sharing pengalaman antar produsen di industri ini harus difasilitasi oleh Pemda sehingga dapat mempercepat munculnya kreatifitas dan inovasi baru serta kerjasama antara produsen untuk memperkuat daya saing produk. Jika industri kreatif ini dapat berkembang secara berkelanjutan maka disamping dapat memberikan pendapatan dan keuntungan dari setiap aktivitas bisnis, juga dapat menciptakan lapangan kerja baru dan menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan asli daerah serta menciptakan pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional.

Konsumen Premium

KONSUMEN premium meskipun jumlahnya relatif terbatas, tetapi tetap menjadi bidikan pemasar produk. Sebab, konsumen ini cenderung mudah atau boros dalam membelanjakan uangnya, bilamana ia tertarik pada produk-produk berkelas tinggi  meskipun harga beli produk mahal. Hal ini ini menjadi daya tarik utama bagi pemasar produk karena margin keuntungan yang diperoleh pemasar lebih besar ketika menjual produk premium ke konsumen premium, dibandingkan dengan menjual produk non premium.

            Produk-produk premium yang diincar konsumen premium sangat beragam. Dari kebutuhan rumah tangga, kebutuhan pribadi, sampai kebutuhan kantor. Sebagai contoh, mobil premium: merk  Audi, Ferrari, Dn Mercerdes Benz. Fashion: merk Gucci, Chanel. HP Vertu dari Nokia atau HP Nokia 8800, berlapis emas dan platinum Princess Edition seharga Rp 187 juta. Apartemen Pakubuwono. Furniture:merk DaVinci, dll.           

Untuk dapat melayani dengan baik konsumen ini, maka pemasar harus mengetahui secara baik perilaku konsumen ini, diantaranya adalah:

1)    Mudah membelanjakan uangnya dalam jumlah besar untuk produk yang disukai, karena konsumen ini memiliki pendapatannya tinggi dan memiliki keinginan (fantasi) tertentu.

2)    Akan segera membeli produk versi baru dengan merk yang sama bahkan mengkoleksinya.

3)    Mengutamakan membeli produk berkualitas tinggi yang memiliki brand image tinggi (bergengsi). Ingin diakui sebagai masyarakat kelas atas.

4)    Ingin dilayani secara personal dan cenderung “cerewet” dalam pelayanannya tetapi cenderung menjadi konsumen yang loyal.

Agar memperoleh hasil optimal maka pelayanan untuk konsumen premium:

1)    Perlu dilakukan oleh tim pemasaran khusus, agar dapat melayani konsumen ini dengan fokus dan prima dengan selalu menunjukkan care kepada konsumen.

2)    Perlu diketahui secara detail informasi tentang diri konsumen agar pemasar produk dapat melayaninya dengan baik.

3)    Untuk memegang konsumen ini agar tidak berpindah merek (brand switching), dapat diberikan bonus/hadiah mengejutkan  di hari-hari khusus bagi konsumen (ulang tahun kelahiran, ulang tahun perkawinan, atau hari-hari besar).

4)    Perlu pelayanan secara rutin dengan memberikan informasi-informasi baru tentang produk agar konsumen ini merasa dekat dengan produsen dan memperoleh perhatian tinggi.

5)    Jika diperlukan, pemasar dapat melakukan inisiatif membentuk brand community untuk pengguna produk sejenis.

6)    Pemasaran produk dapat dilakukan diantaranya melalui Personal Selling, atau tempat-tempat khusus, misalnya : Show Room, Butik, Galeri, atau Pameran khusus, yang sangat menjaga privasi pribadi konsumen premium ini.

Perda Investasi

KEINGINAN Pemerintah Pusat maupun banyak Pemda untuk dapat menjual potensi daerah melalui investasi seringkali tidak diikuti oleh Peraturan Daerah (Perda) yang sesuai. Semangat yang menggebu-gebu tanpa diiringi pemahaman tentang strategi jangka panjang dalam memasarkan potensi daerah seringkali menjebak Pemerintah Daerah (pemda) berlomba-lomba mengeluarkan Perda-perda yang berisi pungutan-pungutan (Pajak atau retribusi) bagi investasi di suatu daerah. Tujuan jangka pendeknya adalah meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah), tetapi kenyataan di lapangan hal itu justru kontraproduktif. Calon investor kemudian membatalkan menanamkan dananya di suatu daerah, karena feasibility study atau studi kelayakan untuk rencana investasi, khususnya untuk aspek finansial hasilnya tidak layak. Tentunya kondisi seperti itu sangat menghambat penciptaan iklim investasi yang sehat di Indonesia.
Rencana pemerintah pusat untuk merevisi atau bahkan membatalkan ribuan Perda yang terkait dengan investasi tetapi justru menghambat masuknya investasi memang suatu langkah positif, sebab keinginan untuk secepatnya memperoleh tambahan pendapatan daerah dengan menerbitkan perda-perda yang bersifat pungutan hanya akan menguntungkan daerah dalam jangka pendek tetapi sangat merugikan dalam jangka panjang. Tentunya perlu kehati-hatian dan kecermatan yang tinggi untuk menelaah perda-perda yang jumlahnya ribuan agar putusan untuk merevisi atau membatalkan perda yang kontraproduktif dengan investasi benar-benar tepat.
Adanya banyak pungutan baik yang resmi (karena didukung Perda) ataupun tidak resmi, bagi pemilik dana yang sudah menanamkan dananya di suatu daerah pasti akan membuat mereka enggan untuk meneruskan investasinya karena biaya operasionalnya menjadi tinggi dan menyulitkan mereka dalam meningkatkan daya saingnya. Apalagi kalau pungutan-pungutan tersebut tidak digunakan untuk memperbaiki infrastruktur yang sangat dibutuhkan untuk menunjang operasional usaha, tetapi hanya untuk membiayai pengeluaran rutin daerah saja. Hal ini pasti akan menjadikan para investor lari dari daerah tersebut.
Untuk itu, merevisi atau bahkan membatalkan Perda yang menghambat investasi hanya merupakan bagian penciptaan iklim investasi yang kondusif. Perlu upaya lainnya untuk dapat menjadikan para investor betah ada di suatu daerah dan ini harus menjadi kesadaran bersama baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, ataupun masyarakat. Karena melalui penciptaan iklim investasi yang kondusif dan kompetitiflah akan dapat menarik para investor menanamkan dananya di Indonesia. Sekarang ini dimata para investor (baik asing maupun lokal), negara Indonesia dirasa sangat ketinggalan dalam memberikan iklim investasi yang baik bagi pemilik dana dibandingkan dengan negara-negara China, Thailand, Malaysia, Singapura bahkan dari negara Kamboja ataupun Vietnam sekalipun. Akibat kurang menariknya iklim investasi yang ditawarkan Indonesia, maka calon investor enggan masuk ke Indonesia bahkan beberapa investor yang sudah ada di Indonesia merelokasi bisnisnya ke negara lain. Masih banyak pekerjaan rumah yang belum selesai dikerjakan oleh Pemerintah sampai saat ini, diantaranya tentang ketenagakerjaan, tingginya pungutan-pungutan di daerah, pengurusan perizinan yang masih lama dan mahal; lemahnya kepastian hukum; dan hambatan-hambatan investasi terkait perpajakan dan bea cukai.
Strategi mengundang investor seharusnya dimulai dari pengidentifikasian potensi daerah dan calon customer (investor). Kemudian perlu disusun jenis-jenis investasi yang potensial untuk dijual kepada investor yang menjadi sasaran. Menyiapkan dan memberikan informasi tentang kebutuhan dan dukungan investasi akan sangat diharapkan para investor. Dan dengan memberikan iklim investasi yang kondusif dan kompetitif akan sangat mendukung percepatan proses masuk dan berkembangnya investasi di suatu daerah. Berkembangnya investasi di daerah melalui berbagai jenis usaha dan bisnis tentunya akan sangat membantu percepatan pembangunan ekonomi daerah. Multiplier effect karena adanya investasi tersebut akan sangat membantu daerah dalam menurunkan tingkat pengangguran, menaikkan pendapatan masyarakat pekerja melalui upah dan gaji; menaikkan pendapatan masyarakat lainnya melalui networking bisnis, menaikkan pendapatan daerah melalui pajak dan retribusi daerah yang proporsional dengan ‘pelayanan’ yang diberikan daerah; serta dapat meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
_________

Mengundang Investor

TARGET pertumbuhan sektor industri nasional tahun 2007 sebesar 7,9% dan tahun 2008 sebesar 8,6% bukanlah target yang dapat dengan mudah dicapai bahkan mustahil dicapai, bila faktor-faktor pendukungnya belum tuntas disiapkan. Perlu kerja sangat keras pemerintah untuk merealisasikan target tersebut, mengingat target pertumbuhan sektor industri tahun 2006 sebesar 6% saja hanya terpenuhi sebesar 5% dan masih banyak Pekerjaan Rumah terkait sektor industri yang belum terselesaikan.

            Penambahan investasi baru baik investasi melalui peningkatan kapasitas maupun perluasan produksi menjadi keharusan jika ingin ada peningkatan di sektor industri. Keluarnya Undang-undang Penanaman Modal (UUPM) sebenarnya dapat menjadi salah satu pendorong masuknya investasi ke Indonesia, tetapi belum adanya aturan pelaksanaannya menjadikan UU PM tersebut masih belum aplikatif. Kondisi di lapangan yang kurang mendukung terciptanya iklim usaha yang baik ditengarai menjadi salah satu penyebab  minimnya ketertarikan investor menanamkan dananya di Indonesia.

            Berdasarkan data dari BKPM ( Badan Koordinasi Penanaman Modal) terlihat bahwa  investasi di Indonesia dari tahun 2005 ke 2006 menunjukkan penurunan. Baik investasi dalam bentuk PMDN sebesar -32,25%  (tahun 2005 sebesar Rp 30,67 trilyun menjadi Rp 20,78 trilyun tahun 2006) maupun PMA sebesar – 32,88% (tahun 2005 sebesar USD 8,91 miliar menjadi USD 5,98 miliar tahun 2006), hal itu  menunjukkan bahwa masih banyaknya masalah pada kondisi investasi nasional kita. Jangankan mengundang investor asing melalui Foreign Direct Investment (Investasi Asing Langsung), investor lokalpun lebih banyak tertarik menanamkan dananya ke negara-negara tetangga kita, misalnya ke negara Singapura, Vietnam, Kamboja dan Malaysia yang lebih berhasil membangun iklim usaha yang sangat baik bagi investor.

            Padahal kita ketahui bersama, melalui investasi langsung maka beberapa masalah makroekonomi yang menjadi beban pembangunan nasional akan dapat terpecahkan. Misalnya melalui investasi langsung akan dapat dikembangkan (ekspansi) usaha yang akan dapat meningkatkan daya serap tenaga kerja, hal ini akan dapat mengurangi beban pengangguran yang terjadi. Jika tingkat penyerapan tenagakerja dapat ditingkatkan maka melalui upah dan gaji akan dapat berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat pekerja. Begitupula untuk menekan tingkat inflasi dapat dilakukan pemerintah dan pengusaha dengan meningkatkan jumlah produksi yang dihasilkan sehingga disamping dapat meningkatkan supply barang di pasar juga dapat mengurangi tekanan rendahnya daya beli konsumen. Perkembangan teknologi yang begitu cepat akan sangat membantu peningkatan hasil produksi.

            Dukungan iklim kerja yang baik melalui hubungan harmonis antara pekerja, pengusaha, dan pemerintah hendaknya segera terwujud untuk mengurangi tekanan munculnya demo-demo pekerja yang dapat memicu munculnya demo yang bersifat konfrontatif. Jika sampai seringkali terjadi hubungan kemitraan yang kurang harmonis tersebut, nantinya akan dapat memberikan citra kurang baik di mata investor.  Investor baik asing ataupun lokal tentunya tidak mau kalau uang yang ditanamkannya di Indonesia tidak dapat memberikan tingkat pengembalian (return) yang menguntungkan, karena mereka juga membandingkan prospek keuntungan investasi serta kondisi investasi di beberapa negara. Persaingan merebut investor bukan lagi pekerjaan dan tanggungjawab pemerintah (pusat dan daerah) saja tetapi juga komponen masyarakat.

             Undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan daerah (Perda) serta peraturan lainnya yang kurang mendukung masuknya investor ke Indonesia dan tingkat upah yang layak bagi pekerja harus segera direvisi. Tidak dapat dipungkiri pula, era otonomi daerah telah menjadikan sebagian pemda mengeluarkan Perda baik berupa pajak ataupun retribusi yang tumpangtindih dengan peraturan di atasnya dan kurang mendukung masuknya investasi ke Indonesia. Langkah pemerintah pusat untuk penertibkan beberapa Perda yang tidak pro-investasi tentunya menjadi langkah positif bagi iklim invesatsi yang lebih kondusif di Indonesia. Paradigma memperoleh keuntungan jangka panjang lebih utama dibandingkan keuntungan jangka pendek tentunya harus dapat dipahami sebagai langkah strategis dalam mengundang investasi ke Indonesia.

            Fenomena deindustrialisasi yang kini muncul, yang lebih mementingkan perdagangan dibandingkan penanaman investasi tentunya akan dapat dieliminir dengan langkah-langkah konkrit baik dari pemerintah maupun komponen masyarakat. Pemerintah berkewajiban melalui penyediaan sarana dan prasarana, teknologi informasi, UU/peraturan yang mendukung investasi, implementasi penegakan hukum yang tegas, penciptaan keamanan, serta penghilangan ekonomi biaya tinggi. Komponen masyakarat juga dapat membantu pemerintah dengan ikut menciptakan keamanan lingkungan, sikap bersahabat menerima investasi dan investor, meningkatkan dialog dibandingkan aksi kekerasan serta menunjukkan kinerja yang produktif.

PoP dan Impulse Buying


SALAH satu karakteristik konsumen Indonesia adalah kurangnya perencanaan dalam pembelian produk, dan hal itu dapat dijadikan suatu peluang bagi penjual produk untuk dapat merayu, mempengaruhi, mengarahkan dan mendorong konsumen untuk membeli produk yang tadinya tidak direncanakannya. Pembelian produk oleh konsumen yang tanpa rencana ini sering disebut dengan impulse buying. Lokasi terjadinya impulse buying adalah di Point of Purchase (PoP), sehingga PoP perlu memperoleh perhatian serius dari penjual produk karena akan mempengaruhi keberhasilan penjualan produk melalui impulse buying tersebut.
Terdapat beberapa jenis impulse buying, diantaranya adalah: Pertama, pure impulse buying yaitu pembelian segera/tiba-tiba oleh konsumen setelah ia melihat produk yang didisplay di suatu PoP. Penataan produk yang menarik di tempat display produk sangat mempengaruhi keberhasilan penjualan produk. Produk yang mudah dilihat konsumen, ditata secara apik dan menyolok mata akan dapat mendorong konsumen mau menghampiri, mengamati, memegang, membaca informasi produk dan akhirnya membeli produk tersebut walaupun konsumen tadinya tidak memiliki rencana untuk membelinya.
Kedua, reminder impulse buying yaitu pembelian produk oleh konsumen setelah melihat suatu produk yang didisplay di suatu PoP yang kemudian berhasil mengingatkan kembali konsumen akan suatu produk karena dirinya pernah mengkonsumsinya, mengetahui produk tersebut dari iklan, atau ingat WoM (Word of Mouth) tentang produk tersebut dari orang lain. Banyaknya jenis produk di pasar sekarang ini seringkali cukup membingungkan dan telah menjejali otak konsumen sehingga konsumen justru seringkali bosan sehingga berusaha melupakan informasi produk yang begitu banyak tersebut, agar otaknya tidak pusing karena terjejali iklan produk. Nah, di PoP tersebutlah penjual produk dapat mengingatkan kembali konsumen akan keberadaan produk, fitur dan manfaat produk yang pernah diterima konsumen pada waktu lalu.
Ketiga, suggested impulse buying yaitu pembelian segera/tiba-tiba oleh konsumen setelah konsumen melihat produk yang dipajang di suatu PoP, dan konsumen terpengaruh oleh SPG (Sales Promotion Girls) atau informasi produk dari leaflet atau booklet yang ada di display tersebut. Keberhasilan mempengaruhi konsumen di PoP oleh SPG atau dari leaflet atau booklet menunjukkan arti penting sarana atau media serta isi informasi produk di PoP.
Pelatihan bagi SPG dalam penguasaan produk serta skill menjual produk menjadi sangat urgen dalam mendorong keberhasilan penjualan produk. Cara menyajikan dan isi informasi produk dalam leaflet atau booklet akan ikut mempengaruhi keberhasilan dalam menjual produk. Bahkan dalam era informasi seperti sekarang ini keberadaan “TV promo” di PoP seringkali digunakan penjual untuk melengkapi media informasi yang ada dalam memberikan sugesti kepada konsumen agar membeli produk tertentu.
Mengingat arti penting PoP sebagai tempat eksekusi dalam pembelian produk maka penjual harus dapat menata produk secara baik agar menarik mata konsumen untuk melihat, mendekati, memegang, mengamati dan kemudian membeli produk yang tadinya sama sekali tidak direncanakan dibeli. Posisi tempat display produk yang strategis, desain tempat display produk yang menarik dan menyolok mata, tata lingkungan sekitar display di suatu toko/mall/pasar swalayan yang menarik, serta keberadaan SPG yang ramah dan memahami secara baik tentang produk (jenis, fitur, dan manfaat produk) akan dapat menarik perhatian konsumen yang berkunjung ke sana dan kemudian melakukan membelian produk yang ditawarkan.

Penjualan Bundling


PENJUALAN produk dengan strategi penjualan bundling kini banyak dijumpai. Strategi penjualan bundling adalah strategi untuk menggabungkan penjualan beberapa produk menjadi satu paket penjualan. Kita dapat ambil contoh penjualan kartu perdana SMART yang bekerjasama dengan HP Nokia type 1508i atau Indosat yang menjual kartu perdana dengan fasilitas akses internet melalui paket bundling modem. Dalam industri masakan cepat saji, beberapa produk ditawarkan dalam satu paket khusus. Misal paket soto Madura dengan Teh Botol Sosro.
Tujuan penjualan melalui bundling tersebut adalah untuk meningkatkan penjualan produk dengan memberikan kemudahan prosedur pembelian, penghematan waktu, harga yang relatif lebih murah, serta nilai tambah yang lebih besar kepada konsumen. Disamping itu melalui penjualan bundling ini juga dapat menunjukkan adanya networking dan kemitraan bisnis antara produsen dari produk yang dijual bersama-sama sehingga saling memperkuat merek produk. Karena tidak semua penjualan bundling harus berasal dari satu produsen.
Untuk memperoleh keuntungan bisnis yang lebih baik maka penjualan bundling dapat dilakukan dengan cara prabayar melalui kontrak pembelian barang. Misalnya pembelian paket data Akses Axis yang menawarkan akses internet 6 GB selama setahun dengan harga bundling sebesar Rp 1,388 juta dengan paket modem 3G, Micro SD Slot, dan Micro SD card. Sehingga selama setahun Axis akan memperoleh komitmen pembelian dari konsumen. Disamping dengan cara prabayar maka produsen dapat juga melakukan dengan cara pasca bayar seperti yang dilakukan oleh Esia yang melakukan penjualan bundling HP ZTE seharga Rp. 199,000. Untuk mengoptimalkan keuntungan bisnis melalui penjualan bundling ini maka produsen produk dapat bekerjasama dengan retail untuk pemasaran produk, bank untuk pembayaran kredit, vendor untuk pemesanan melalui internet (online), dan jasa pengiriman untuk pengiriman barang.
Menurut cara pembelian produk maka penjualan bundling dapat dibedakan menjadi: (1) Bundling Alternatif yaitu penjualan produk dengan alternatif konsumen bisa memilih antara membeli keseluruhan paket atau dapat membeli produk secara terpisah. Misalnya penjualan notebook dan printer, maka konsumen dapat membeli notebook plus printer atau membeli notebook atau printer saja. (2) Bundling Murni yaitu penjualan produk dalam satu paket, konsumen harus membeli dalam satu paket utuh. Misalnya penjualan mobil dengan asuransi mobil, maka mobil harus dibeli dengan asuransinya. Sedangkan menurut keterkaitan fungsi produknya maka penjualan bundling dapat dipisahkan menjadi (1) Bundling yang terintegrasi, yaitu paket penjualan produk yang memiliki fungsi saling melengkapi sehingga manfaat yang diperoleh konsumen menjadi maksimal. Misal penjualan bundling produk PC dengan modem, webcam dan printer. (2) Bundling yang tidak terintegrasi artinya paket produk yang dijual tidak dalam satu fungsi yang terintegrasi. Misalnya sabun cuci detergen dengan shampo dan gelas minum.
Strategi penjualan bundling akan sangat tepat untuk mendongkrak penjualan bagi produk-produk yang memiliki masa kadaluwarsa produk yang cepat, produk baru yang ketat persaingannya, adanya pasar potensial cukup besar, marginal cost rendah, dan tingkat keuntungan yang tinggi. Produk baru akan lebih cepat dikenal dan naik volume penjualannya jika dijual secara bundling dengan produk yang sudah dikenal dan disukai konsumen. Keuntungan lainnya adalah produsen dapat menghemat biaya promosi karena iklan produk dapat digabungkan menjadi satu.

About this blog

Labels